KUNJUNGI PA SEMARANG, BEGINI PESAN TUAKA AGAMA MA-RI
Dibuka oleh Ketua Pengadilan Agama Semarang, Drs. H. Anis Fuadz, S.H., acara kunjungan yang dilakukan oleh Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI pada hari Jum’at, 29 November 2019 yang berlangsung dari pukul 08.30 WIB s.d sekitar pukul 10.55 WIB tersebut dimulai dengan pemaparan 9 aplikasi inovasi Ditjen Badilag yang telah diimplementasikan di PA Semarang oleh Wakil Ketua PA Semarang, Drs. H. Muhamad Camuda, M.H.
Selesai pemaparan oleh WAKA PA Semarang, YM Tuaka Agama Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.H., M.Hum. mengingatkan bahwa hakim tidak boleh diintervensi sedikitpun, meski oleh Ketua PA Semarang sekalipun. Pengadilan Agama juga dituntut untuk melakukan pelayanan prima dan harus menjaga wibawanya, sebab bukan merupakan “Kantor Perceraian”. Beberapa poin lain yang beliau sampaikan dalam kesempatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
- E-Litigasi hanya sarana untuk mempermudah proses administrasi di Pengadilan Agama, bukan untuk mempermudah perceraian. Oleh karena asas mempersulit terjadinya perceraian tetap dipergunakan. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum lahir UU No 1 Tahun 1974, suami semena-mena menceraikan isterinya karena hak cerai ada pada suami. Namun setelah diberlakukan UU No 1 Tahun 1974 maka tata cara perceraian diatur dan diberlakukan asas mempersulit terjadinya perceraian.
- Perceraian harus dilakukan secara tertutup untuk umum, hanya para pihak yang berkompeten (suami isteri dan majelis yang menyidangkan saja) yang bisa mengakses perkara tersebut. Majelis hakim jangan terlalu percaya kepada Kuasa Hukum saja, harus dihadirkan juga para pihak di persidangan, agar yang bercerai bukan Kuasa Hukumnya, melainkan para pihak.
- Mengenai pelayanan perkara prodeo, meskipun sudah ada Basis Data Terpadu yang dihubungkan dengan DUKCAPIL dengan memasukkan NIK lalu otomatis muncul kategori prodeo atau tidak, DUKCAPIL tidak boleh intervensi kepada hakim. Data tersebut hanya sebagai literasi saja atau keterangan pendukung jika pihak berperkara tersebut masuk kategori miskin. Namun untuk bisa dikabulkan prodeonya harus dibuktikan di persidangan. Apabila pihak lawan bisa membuktikan bahwa Pemohon atau Penggugat tidak miskin, maka majelis hakim membuat putusan sela, selanjutnya Pemohon atau Penggugat diperintahkan untuk membayar biaya panjar perkara.
- Mengenai Antrian Persidangan, Ketua Kamar Agama MA-RI melempar pertanyaan, “Bagaimana jika Penggugat atau Pemohon telah melakukan antri sidang dan persidangan dilaksanakan di urutan awal, sedangkan Tergugat atau Termohon baru hadir di akhir persidangan, apakah ada persamaan hak untuk Tergugat atau Termohon untuk bisa melakukan antrian persidangan?” Jika Tergugat atau Termohon tidak ada akses antrian sidang, maka akan melanggar asas imparsialitas yaitu bersikap netral, tidak memihak pada salah satu pihak yang berperkara.
- E-litigasi untuk saksi : yang memiliki hak menyumpah adalah majelis hakim dimana perkara itu disidangkan, saksi hanya menirukan lafadz sumpah dari majelis dimana perkara itu disidangkan, namun yang mengangkat kitab suci adalah petugas dimana saksi itu berada. Sehingga tidak ada dua majelis yang bersidang.
- E-litigasi harus dilakukan mediasi terlebih dahulu. Jika tidak ada mediasi, kemudian perkara sudah diputus lalu banding, maka Hakim Tinggi akan memutus dengan putusan sela dan Hakim Tinggi akan memerintahkan hakim tingkat pertama untuk melakukan pemeriksaan ulang.
Di samping itu, dilakukan pula teleconference antara Ketua Kamar Agama MA-RI dan 10 Pengadilan Agama di wilayah PTA Semarang, yaitu :
- PA Kendal yang sedang bersama dengan Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI
- PA Kebumen;
- PA Jepara;
- PA Magelang;
- PA Salatiga;
- PA Surakarta
- PA Temanggung;
- PA Purbalingga;
- PA Pati; dan
- PA Klaten
Dirjen Badilag Dr. H. Aco Nur, S.H., M.H. dalam teleconference tersebut menyampaikan bahwa juklak tentang pelaksanaan e-Litigasi akan segera dikeluarkan. Acara kemudian diakhiri dengan bacaan hamdallah. (Cmd /Tzk/NKarim)