Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Semarang   Click to listen highlighted text! Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Semarang Powered By GSpeech
  Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech

EX OFFECIO SEBUAH KEHORMATAN

Posted in Arsip Artikel

Oleh: Dr.H.Hasim,M.H.
(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas IA)

 

 

 

 

A. PENDAHULUAN

Pelatihan yustisial secara virtual/zoom meeting yang diselenggarakan pada hari Kamis 23 Juni 2022 dari jam 12.00 s/d 24.00 dengan salah satu narasumber adalah Yang Mulia Prof. Dr. H. Amran Suadi,M.H. sebagai Ketua Kamar Peradilan Agama di Mahkamah Agung. Permasalahan adalah ex offecio Hakim,

Pemaparan yang diterangkan Yang Mulia hakim Pengadilan Agama salah satunya tentang Hakim punya kehormatan Ex Offecia tetapi bukan mutlak punya ex officio dan ex officio hanya pada nafkah pada isteri, mutäh, dan nafkah anak.

 

B. PERMASALAHAN

1. Apa ex officio itu?

2. Mengapa sampai ada ex officio?

 

C. JAWABAN

1. Apa ex oficio itu ?

Pengertian ex offficio adalah anggota suatu Badan (terutama dewan, komite, atau majelis) atas dasar menjadi anggota Badan yang lain (seperti rangkap jabatan dalam suatu kementerian).

Istilah ex officio berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "dari kantor", dan arti yang dimaksud di sini adalah "dengan hak dari kantor"; istilah ini sudah digunakan sejak zaman Republik Romawi. anggota suatu Badan (terutama dewan, komite, atau majelis) atas dasar menjadi anggota Badan yang lain (seperti rangkap jabatan dalam suatu kementerian). Istilah ex officio berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "dari kantor", dan arti yang dimaksud di sini adalah "dengan hak dari kantor"; istilah ini sudah digunakan sejak zaman Republik Romawi.

Maksudnya berhubungan dengan lembaga peradilan yang punya absolut mengadili, memeriksa, dan memutus perkara adalah Hakim. Disinilah Hakim punya hak ex officio. Sejauh mana Hakim memiliki hak ex officio;

2. Mengapa sampai ada ex oficio?

Dalam ilmu hukum hak dibedakan menjadi dua, hak mutlak (absolut) dan hak nisbi (relative). Hak mutlak adalah hak yang memberikan kewenangan kepada seorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum, dan hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Sedangkan hak nisbi atau relative ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang atau beberapa orang yang lain tertentu untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Hak relative atau hak nisbi sebagian besar terdapat dalam hukum perikatan atau bagian dari hukum perdata yang timbul berdasarkan persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Seperti hak istri menerima nafkah dari suaminya, dan ia berhak menuntut dari suaminya itu. Maka hak istri dalam perkawinan termasuk hak relatif.

Hak adalah seperangkat kewenangan yang diperoleh seseorang baik berupa hak yang melekat sejak ia lahir sampai ia meninggal yang dimana biasanya disebut HAM (Hak Asasi Manusia) yang muncul ketika melakukan intraksi sosial dengan sesamanya.

Hakim bertindak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan karena Indonesia sebagai negara hukum. Hukum yang telah menentukan dan hakim harus patuh pada hukum kecuali kekosongan hukum dan perlu penafsiran hukum.

Dasar Hukum Hak Ex officio Hakim. Hakim dalam memutus suatu perkara juga harus mempertimbangkan hukum yang ada pada masyarakat. Dasarnya:

  1. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah diamandemen dengan Pasal 5 ayat 1 nomor 48 tahun 1989 tentang kekuasaan kehakiman dijelaskan tentang kewajiban hakim dalam menggali suatu perkara harus memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat. Pasal itu berbunyi “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
  2. Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan” dan Pasal 105, 149, 152, dan 156.
  3. Pasal 41 c UU No 1 tahun 1974 yang berbunyi pengadilan dapat mewajibkan pada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri. Pasal 41 c UU No 1 tahun 1974 yang berbunyi pengadilan dapat mewajibkan pada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri. Pada pasal ini yang menjadi pertimbangan dalam memberikan hak-hak perempuan akibat perceraian dapat dilihat pada kalimat “pengadilan” dan “dapat”. kalimat dapat dalam hukum mengandung arti bahwa hakim dapat memilih antara menjalankan atau tidak menjalankan yang sering juga disebut hak opsi hakim.

Menurut pendapat penulis kalau kita menelanjangi/mengkaji yang benar ada norma/kaidah hukum pada pasal-pasal tersebut diatas ada kata “ WAJIB “. Kata wajib tidak sama artinya dengan harus. Perlu kita ketahui Peradilan Agama hukumnya hukum Islam. Kata wajib mengandung konsekuensi bila dilakukan oleh hakim berpahala dan bila tidak berdosa. Dengan demikian Hakim untuk menentukan  pada kata wajib di beri hak istimewa adalah hak ex officio.

Tapi harus berhati-hati untuk menentukan hak ex officio ada kelanjutan berupa kata “ DAPAT “ lihat situasi dan kondisi sehingga mencaapai putusan yang berkeadilan.

 

D. KESIMPULAN

Hak Ex Officio hanya mengenai atau batasannya tentang:

  1. Nafkah Iddah
  2. Mut’ah

                                                                        Semarang, 24 Juni 2022


Slider
// //
Don't have an account yet? Register Now!

Sign in to your account

Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech