Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Semarang   Click to listen highlighted text! Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Semarang Powered By GSpeech
  Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech

Cara Mudah Telusuri Perkara

Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 0458/DjA/HM.02.3/2/2016, tanggal 11 Februari 2016 tentang Implementasi Aplikasi SIPP Versi 3.1.1 di Lingkungan Peradilan Agama. maka peran Aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP Versi 3.1.1), selanjutnya disebut sebagai SIPP, menjadi semakin penting dan diandalkan untuk proses administrasi dan penyediaan informasi baik untuk pihak internal, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.

Sistem Informasi Pengawasan
Mahkamah Agung Republik Indonesia

Sarana agar masyarakat pencari keadilan dapat mengawasi secara langsung pejabat Mahkamah Agung beserta jajaran di bawah naungan Mahkamah Agung RI serta terbukanya akses bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan di pengadilan.

Zona Integritas

Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi / Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik (PERMENPANRB No. 52 Tahun 2014). Pengadilan Agama Semarang menjadi salah satu unit kerja penerima apresiasi dan penganugerahan ZI.
Kami berkomitmen untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, melayani, dan bebas korupsi.

Tutorial Penyelesaian Gugatan Ekonomi Syariah

Video yang berisi tentang cara penyelesaian perkara ekonomi syariah dengan acara yang sederhana

e-Court Mahkamah Agung RI

Layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara Online, Pembayaran secara Online, dan Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik.

previous arrow
next arrow
Slider
                          
                  
                 
           
                 

 

 
 Zona Integritas PA Semarang 2024
     

Selamat Datang di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan Agama Semarang


🔍
Cek Perkara


📆
Jadwal Sidang

📇
Informasi Perkara

⚖️
Perkara Gratis

📠
Biaya Perkara

📜
Produk Pengadilan

 


🧾
Prosedur Berperkara

📑
Syaratan Pendaftaran

📚
e-Brosur

📃
Contoh Format

🛡️
Pengawasan

🔔
Sosial Media
✆ SiNofita Whatsapp Layanan Informasi, Notifikasi, Konsultasi & Pengaduan: 0821-3872-2020

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi

(Hakim Tinggi PTA Jayapura)

Pupuslah sudah harapan dua sejoli, sebut saja Fulan dan Fulanah, itu. Keinginan mereka melegalkan perkawinan sirinya kandas di pengadilan. Pengadilan--tempat ia menaruh harapan memperoleh legitimasi perkawinan yang dilaksanakan tanpa pengawasan KUA--itu telah menolak permohonan mereka. Kekecewaan itu mungkin juga bercampur tanda tanya, mengapa pernikahan yang merasa telah dipenuhi syarat dan rukunnya tetap dianggap “tidak sah”. Padahal, dalam rentang waktu pernikahan siri sampai mengajukan perkawinan isbat itu sudah berapa ratus kali berhubungan badan. Semua dilakukan dengan tanpa beban dosa sedikit pun karena merasa telah menikah secara sah, sesuai ajaran agama yang diyakininya. Hanya karena demi urusan administrasi dan yang lebih penting karena kesadaran hukumlah mereka harus mendatangi pengadilan yang semula ia harapkan akan berjalan mulus. “Tinggal membeli suratnya saja,” mungkin begitu pikir mereka. Tetapi Pak Hakim tampaknya memang punya pandangannya sendiri. Wali--yang menurut pendapat mayoritas ulama menjadi salah satu rukun nikah--itu tidak memenuhi kriteria wali ideal menurut hukum sebagaimana dipahami hakim. Dan, pandangan hakim yang terurai dalam keputusan hukum itu tentu bukan pendapat abal-abal, melainkan pendapat (ijtihad) yang didasarkan kepada pengetahuan hukum yang diyakini benar yang didapat dari pengembaraan keilmuan yang panjang dan berliku. Dan, yang lebih penting akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.

Sebagai konsekuensinya, akibat penolakan permohonan oleh Hakim, suka atau tidak suka, kedua sejoli tersebut walaupun mengaku pernah menikah harus dianggap belum pernah menikah. Agar status hubungannya jelas, maka sebagai solusinya keduanya harus menikah ulang. Ada dua alasan mengapa dua sejoli itu harus mentaati keputusan hakim. Pertama, adanya adanya ‘asas’ bahwa putusan hakim itu harus dianggap benar sekalipun salah ketika semua upaya hukum sudah tertutup. Kedua, semua perdebatan mengenai materi perkara—yaitu mengenai sah atau tidak perkawinan yang dilakukan para pemohon--harus dianggap sudah selesai pula karena “hukmul hakim ilzamun wayarfa’ul khilaf”.

Perkara isbat nikah dahulu memang sempat menjadi ‘perkara yang langka’. Sebab, dahulu pada umumnya ahli hukum dan masyarakat, berpendapat bahwa isbat ‘hanya boleh’ diajukan atas perkawinan yang terjadi sebelum UU Nomor 1 Tahun 1974 berlaku secara efektif. Terhadap perkawinan setelah itu ‘tidak boleh’ diisbatkan. Sebab, menerima isbat nikah terhadap “perkawinan siri” yang terjadi setelah UU Nomot 1 Tahun 1974 berlaku efektif sama halnya menganulir ketentuan undang-undang yang telah mengaturnya. Padahal, undang-undang telah dengan tegas mengaharuskan perkawinan harus dilakukan secara resmi. Akan tetapi, meskipun sudah beberapa tahun UU Perkawinan berlaku efektif, ternyata praktik pernikahan siri (tidak tercatat) masih banyak terjadi di berbagai tempat. Berbagai faktor sering dijadikan alasan pembenar mengapa praktik perkawinan siri ini masih banyak terjadi, seperti, karena letak geografis petugas yang sulit dijangkau oleh masyarakat dan sejumlah alasan darurat lainnya. Seiring praktik demikian, faktor kesengajaan berupa kesadaran hukum yang rendah juga ikut menjadi peyebab. Sebagai solusi waktu itu terhadap pasangan yang telah hidup bersama baik yang belum menikah (kumpul kebo) atau telah menikah siri dilakukan “perkwainan masal”. Sering kita saksikan di media, dengan alasan pelayanan masyarakat, KUA di berbagai tempat panen perkara (perkawinan masal).

Terlapas dari apa pun alasannya, yang pasti banyaknya perkawinan siri tampaknya menjadi persoalan hukum keluarga tersendiri. Implikasinya sebuah perkawinan ternyata bisa melebar ke bidang hukum lainnya, seperti waris dan data kependudukan. Banyaknya anak yang lahir dari perkawinan siri juga menjadi problem sosial tersendiri. Mungkin karena faktor inilah ketika terjadi Musyawarah Nasional Ulama se-Nusantara yang bersinergi dengan Mahkamah Agung--ketika berusaha menyusun rumusan hukum keluarga sebagai hukum terapan pengadilan agama--perlu membicarakan lagi lembaga isbat ini. Mungkin karena mengingat urgensinya kemudian kran lambaga itsbat ini dibuka lagi dengan mencantumkan dalam salah satu pasal Kompilasi Hukum Islam yang diberlakukan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991. Pasal 7 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam telah membuka kran lumayan lebar terhadap perkara isbat perkawinan ini. Akibatnya, Pengadilan Agama berganti panen perkara. Di mana-mana kita dengar Bupati/ Wali Kota bekerja sama Pengadilan Agama, untuk menyelenggarakan sidang isbat nikah masal. Sebagai puncaknya seiring dengan elektronisasi administrasi kependudukan juga dilakukan sidang isbat terpadu dengan melibatkan berbagai istansi terkait, (Dinas Dukcapil dan KUA Kecamatan). Untuk kepentingan ini Mahkamah Agung pun mengeluarkan regulasi dengan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyyah Dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah, dan Akta Kelahiran yang diundangkan pada tanggal 7 Agustus 2015.

Di saat masyarakat euphoria mengajukan perkara itsbat, tampaknya masih menyisakan persoalan di internal pengadilan, dalam hal ini para hakim, sendiri. Persoalan tersebut tidak lain ialah masih munculnya disparitas pandangan (interpretasi) hakim terhadap hukum materiil yang digunakan untuk menilai keabsahan sebuah perkawinan. Perbedaan pandangan hukum materiil ini memang masih terbuka lebar dalam KHI. KHI tampaknya belum sepenuhnya mengakomadasi berbagai pernik-pernik persoalan mengenai perkawinan yang umumnya dibahas secara detail dalam fikih munakahat. Dengan alasan keterbatasan ruang, KHI tampakanya hanya mencantumkan aturan perkawinan hanya secara garis besar. Pembahasan lebih detail perlu di gali dari kitab-kitab fikih tempat ketentuan pasal-pasal KHI diambil. Mengenai hal ini telah diingatkan oleh M.Yahya Harahap, S.H., salah seorang Hakim Agung yang juga salah seorang konseptor dan anggota perumus KHI segera setelah KHI diberlakukan. Dengan kata lain, siapa pun apalagi Hakim akan sesat ketika memahami KHI tanpa bersedia membuka referensi pendamping berupa kitab-kitab fikih yang menjadi sumber pasal-pasal KHI dibuat. Dalam tataran ini, kemudian akan ditemui cakrawala khazanah berbagai pandangan fukaha, termasuk diskursus tentang eksistensi wali ini. Pada saat yang sama seperti yang dikemukakan oleh Prof. Attamimi, meskipun KHI dibuat dalam bentuk tertulis, sejatinya merupakan sumber “hukum tidak tertulis”. Sebagai hukum tidak tertulis statusnya sejatinya sama dengan kitab-kitab fikih. Hanya saja kitab fikih (klasik dan modern) disusun oleh ulama-ulama tanpa melihat konteks masyarakat khas Indonesia, sedangkan KHI disusun dengan semangat menyesuaikan dengan rasa keadilan yang berlaku bagi masyarakat Indonesia. Dalam konteks inilah kiranya tepat jika ada yang menyebut KHI merupakan fikih khas Indonesia.

Wali dan Fukaha

Diskursus mengenai status wali dalam pernikahan ini tampaknya telah menjadi perbincangan hangat di kalangan fukaha. Imam Abu Hanifah dengan mendasarkan pendapatnya kepada Surat Al Baqarah ayat 230 dan 232, memperbolehkan perkawinan tanpa wali (menikahkan diri sendiri) atau meminta orang lain di luar nasab untuk menikahkan perempuan baik masih gadis maupun sudah janda. Prof. Azhar Basyir, M.A. dalam Hukum Perkawinan Islam, juga pernah mengutip pendapat Imam Abu Hanifah ini, bahwa wanita yang baligh dan berakal sehat boleh memilih sendiri suaminya dan boleh melakukan perkawinan sendiri baik perawan, gadis, maupun janda. Akan tetapi pendapat tersebut berbeda dengan pendapat 3 Imam Madzhab lainnya (Malik, Syafi’i, dan Hanbali). Menurut ketiga Imam Madzhab ini eksistensi wali menjadi penentu sah tidaknya perkawinan. Dengan mencermati KHI, pendapat Imam Abu Hanifah, tampaknya tidak populer di Indonesia. Yang jelas, penulis sengaja mengemukakan wacana di atas bukan bermaksud mengajak kembali alam perdebatan (ketidakpastian) mengenai status wali yang nyaris tak berujung itu. Apalagi, bermaksud mereduksi monumentalia fikih yang menjadi maha karya para ulama putra bangsa.

Mengapa wacana ini perlu kita angkat, sebab perbincangan fikih ternyata sering masuk sampai ke wilayah yang jauh dari sekedar memberikan status hukum kepada kasus riil. Atau dengan kata lain jangkauan pembahasannya juga masuk ke persoalan yang futuristik. Oleh karena itu, pengandaian kasus berikut status hukumnya sudah lazim terjadi dalam fikih. Ijtihad para fukaha dalam menentukan hukum syariat untuk hal-hal yang belum terjadi dengan mengandaikan kemunculan berbagai macam masalah yang berakar dari sebuah masalah lazim disebut al-fiqih al-iftiradi (fikih hipotetis). Meskipun demikian pengandaian hukum tersebut tentu juga sebatas perkembangan akal budi yang berkembang waktu itu. Dan, yang pasti hal ini rupanya terjadi pula ketika para fukaha membicarakan wali nikah ini. Sejumlah variasi pendapat pun kemudian muncul. Wacana ini jelas belum terjadi dalam KHI. Pada saat yang sama kondisi masyarakat, secara alami juga terus mengalami variasi situasi dan kondisi. Situasi dan kondisi ini juga ada yang belum terjadi saat wacana pendapat fikih tersebut muncul. Atau, secara kasar dapat dikatakan bahwa sangat mungkin gambaran riil masyarakat sekarang sama sekali belum terjadi ketika pendapat-pendapat fikih itu dibuat. Pada saat yang sama dalam konteks peradilan semua Hakim mempunyai kewajiban meresponnya. Respon ini kemudian diganakan sebagai bahan membuat keputusan-keputusan hukum atas kasus yang sedang dihadapi. Pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) telah ditegaskan: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Dalam konteks perkara isbat kaitanya dengan status wali ini, para hakim tempaknya perlu mengambil posisi yang tepat. Kalau perlu ketika melihat fenomena pernikahan siri ini, perlu melihat kasus dengan jarak pandang yang ideal. Jangan terlalu jauh tetapi jangan pula terlalu dekat. Tujuannya agar spektrum persoalan dengan berbagai variasinya dapat terlihat berikut kemungkinan hukum yang akan diterapkan. Persoalannya, apakah pilihan-pilihan pendapat hukum yang ada telah dikuasai dengan baik oleh hakim kemudian memilih pendapat yang lebih sesuai dengan konteks rasa keadilan masyarakat sekarang? Atau, tidak perlu tahu dan cukup melihat saja ketentuan KHI yang sebenarnya juga mengamanatkan Hakim agar merespon perkembangan rasa keadilan masyarakat? Dalam konteks kasus di atas, apakah tidak boleh, jika seorang perempuan janda yang jauh keluarga (termasuk walinya yang sulit dijangkau) karena lama di rantau lalu menyerahkan urusannya kepada tokoh agama setempat (sekaligus untuk bertindak sebagai wali) agar menikahkannya dengan seorang laki-laki pilihannya? Tampaknya, fukaha telah membuka perdebatan hal ini. Para hakim tentu boleh berbeda pendapat mengenai hal ini. Perbedaan pendapat ini tentu harus tetap dalam konteks “menggali dan menemukan hukum” kemudian mengimplementasikan dalam keputusan sebagaimana amanat undang-undang di atas. Wallahu a’lam.

 

Pengumuman PA Semarang

   
 

Pemberitahuan Isi Putusan



Pencarian Berita:      

Berita Pengadilan

  Artikel Pengadilan
     
‘Omelan’ Berkelas dari Seorang Perempuan

‘Omelan’ Berkelas dari Seorang Perempuan

20.03.2024 | Arsip Artikel | Administrator
Hit: 2848
Sukacita Menyambut Ramadhan 1445 H

Sukacita Menyambut Ramadhan 1445 H

07.03.2024 | Arsip Artikel | Administrator
Hit: 5163
Suap, Hadiah, dan Hakim

Suap, Hadiah, dan Hakim

07.03.2024 | Arsip Artikel | Administrator
Hit: 23898
Berburu Harta (Gono-Gini) ke Pengadilan

Berburu Harta (Gono-Gini) ke Pengadilan

05.03.2024 | Arsip Artikel | Administrator
Hit: 29553
 

 

Prestasi

PTA Awards

Penghargaan atas prestasi satuan kerja peringkat pertama dengan perkara e-court banding terbanyak

PTA Awards

Penghargaan atas kepatuhan update data pada aplikasi SIKEP MA RI 100 % periode Triwulan I Tahun 2025

PTA Awards

Penghargaan atas prestasi satuan kerja dengan peraih pengharagaan terbanyak dari instansi eksternal

PTA Awards

Penghargaan atas apresiasi keikutsertaan dalam lomba design batik tahun 2025

PTA Awards

Penghargaan atas prestasi website dengan nilai tertinggi triwulan IV Tahun 2024

PTA Awards

Penghargaan atas penyerapan anggaran DIPA 01 (BUA) lebih dari 20% Periode Triwulan I Tahun 2025

KPPN II Semarang

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaab Sebagai Satuan Kerja Terbaik dalam kategori "Capaian Kecepatan & Ketepatan LPJ Bendahara Penerimaan"

KPPN II Semarang

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaab Sebagai Satuan Kerja Terbaik dalam kategori "Capaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran 2024"

KPPN II Semarang

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaab Sebagai Satuan Kerja Terbaik dalam kategori "Capaian Kecepatan & Ketepatan LPJ Bendahara Pengeluaran"

   

KPPN II Semarang

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaab Sebagai Satuan Kerja Terbaik dalam kategori "Capaian Deviasi Halaman III DIPA 2024"

PTA Semarang

 

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaan Dalam Kategori Perkara E-Court Banding Terbanyak Pengadilan Agama Sewilayah Hukum PTA Semarang Tahun 2024

 

PTA Semarang

 

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaan Terbaik II Atas Hasil Capaian Kinerja Tertinggi dalam Kategori Penyerapan Anggaran DIPA 04 Pengadilan Agama Sewilayah Hukum PTA Semarang Tahun 2024

 

PTA Semarang

 

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaan Terbaik I Atas Hasil Capaian Kinerja dalam Kategori Website Dengan Nilai Tertinggi Pengadilan Agama Sewilayah Hukum PTA Semarang Tahun 2024

PTA Semarang

Apresiasi PTA Semarang kepada Pengadilan Agama Semarang Dengan Update SIKEP Mahkamah Agung RI Nilai 100%

PTA Semarang

Pengadilan Agama Semarang Mendapatkan Penghargaan Terbaik III Atas Penilaian Prestasi Kinerja Triwulan III untuk Pengadilan Agama Kelas IA Pengadilan Agama Sewilayah Hukum PTA Semarang Tahun 2024

PTA Semarang

Ketua Pengadilan Agama Semarang (Nur Lailah Ahmad, S.H.) Mendapatkan Penghargaan Sebagai Insan Berprestasi Peradilan Agama Tahun 2024

itworks

Pengadilan Agama Semarang memperoleh penghargaan dalam kategori TOP DIGITAL Implementation 2024 # Stars 5 dalam ajang Top Digital Awards Tahun 2024

 

itworks

Ketua Pengadilan Agama Semarang Nur Lailah Ahmad, S.H. memperoleh penghargaan dalam kategori Top Leader on Digital Implementation 2024 dalam ajang Top Digital Awards Tahun 2024

 

 

PTA Semarang

Kelengkapan dan Kecepatan Pengiriman Berkas Perkara Banding Terbaik III

 

PTA Semarang

Penyerapan Anggaran DIPA 01 (BUA) Terbaik II

KPPN

Pengadilan Agama Semarang Peringkat 1 Kategori Penyampaian LPJ

KPPN

Pengadilan Agama Semarang Peringkat 1 Kategori Pengelolaan Rekening Pemerintah

 PTA SEMARANG

Piagam Penerimaan Perkara Melalui Gugatan Mandiri Terbanyak

KPPN


Piagam Penghargaan Peringkat Terbaik I Laporan Keuangan UAPPA -W Tahun 2022 Kategori III (Jumlah Satker > 35)

 

BADILAG


Piagam Penghargaan Pelaksanaan Kebijakan CCTV Online Terbaik

 

PTA SEMARANG
Piagam Penghargaan: Terbaik III
Kategori Website

 

PTA SEMARANG
Piagam Penghargaan: Terbaik II
Kategori Penerimaan E-court

KPPN Award 2023


Piagam Penghargaan: Peringkat 3
Kategori SHR Tercepat dan LK Handal

KPPN Award 2023


Piagam Penghargaan: Peringkat 3
Kategori Penyampaian Gaji Induk Tercepat

KPPN Award 2023


Piagam Penghargaan: Peringkat 2
Kategori IKPA Terbaik SATKER KECIL

PTA SEMARANG


Piagam Penghargaan: Terbaik I
Kategori Pelaksanaan Delegasi Periode Triwulan III 2022

PTA SEMARANG


Piagam Penghargaan: Terbaik I
Kategori Kelengkapan dan Kecepatan Pengiriman Berkas Perkara Banding
Periode Triwulan III 2022

KEMENTRIAN KEUANGAN


Piagam Penghargaan: Peringkat II
Kategori Penilaian IKPA Triwulan III Tahun 2022

   

PTA SEMARANG


Piagam Penghargaan: Terbaik III
Kategori Website

   
     
     

 


Slider
Don't have an account yet? Register Now!

Sign in to your account

Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech